Senin, 27 Februari 2017

Tradisi Suku Sasak Belangar, Betukaq & Upacara Kematian

Tradisi Suku Sasak Belangar, Betukaq & Upacara Kematian | Lombok Cyber4rt | Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir kehidupan seseorang di dunia. Masyarakat meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu peristiwa yang harus dilakukan adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan, atau mengawetkan mayat :
    Upacara adat kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan yaitu :
 Tradisi Suku Sasak Belangar, Betukaq & Upacara Kematian
Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya menganut agama Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses yang dilalui. Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan. Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban yang terkena  musibah.
2. Memandikan
Dalam pelaksanaannya, apabila yang meninggal laki-laki maka yang memandikannya adalah laki-laki, demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu biasanya tokoh agama setempat. Adapun macam air yang digunakan adalah air sumur. Setelah di mandikan, mayat dibungkuskan pada acara ini, biasanya si mayit di taburi keratan kayu cendana atau cecame.
3. Betukaq (Penguburan)
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu :
  1. Setelah seseorang dinyatakan meniggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan meninggalnya orang tersebut. Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh keluarganya sebagai salat pelepasan, lalu dibawa ke masjid atau musala.
  2. Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam kubur), untuk itu perlu penyembelihan hewan sebagai tumbal.
  3. Nelung dan Mituq
           Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa selain itu  keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selanjutnya diikuti dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut :
  1. Mengumpulkan kayu bakar. Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan cara perebaq kayu (menebang pohon).
  2. pembuatan tetaring. Pembuatan tetaring terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue) duduk bersila.
  3. Penyerahan bahan-bahan begawe. Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq.   Kemudian inaq gawe menyerahkan alat-alat upacara.
  4. Dulang Inggas Dingari, disajikan kepada Penghulu atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari diadakan upacara sembilan hari.
  5. Dulang penamat, adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya. kemudian semua keluarga dan undangan dipimpin oleh Kyai melakukan do’a selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
  6. Dulang talet Mesan (Penempatan Batu Nisan) dimaksudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a yang kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwak.
 Rangkaian upacara kematian pada masyarakat Sasak yaitu hari pertama disebut nepong tanaq atau nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada warga desa bahwa ada yang meninggal. Hari kedua tidak ada yang bersifat ritual. Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan aiq wangi dan dimasukkan kepeng bolong untuk didoakan. Hari keempat menyiram aiq wangi ke kuburan. Hari kelima melaksanakan bukang daiq artinya mulai membaca AQur’an. Hari keenam melanjutkan membaca Al-Qur’an. Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai dengan pembacaan Al-Qur’an. Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, dan hari kesembilan yang sebut Nyiwaq atau Nyenge dengan acara akhir perebahan jangkih.
LIKE JULUK METON....!

Jumat, 24 Februari 2017


Suku Sasak adalah sukubangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktik ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "Sasak Boda".
Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Kata sak juga dipakai oleh sebagian suku Dayak di pulau Kalimantan untuk mengatakan satu. Orang Sasak terkenal pintar membuat kain dengan cara menenun, dahulu setiap perempuan akan dikatakan dewasa dan siap berumah tangga jika sudah pandai menenun. Menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sèsèk. Kata sèsèk berasal dari kata sesak,sesek atau saksak. Sèsèk dilakukan dengan cara memasukkan benang satu persatu(sak sak), kemudian benang disesakkan atau dirapatkan hingga sesak dan padat untuk menjadi bentuk kain dengan cara memukul mukulkan alat tenun. Uniknya suara yang terdengar ketika memukul mukul alat tenun itupun terdengar seperti suara sak sak dan hanya dilakukan dua kali saja. Itulah asal kata sasak yang kemudian diambil sebagai nama suku dipulau Lombok. Orang suku Sasak yang mula mula mendiami pulau Lombok menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari hari. Bahasa Sasak sangat dekat dengan bahasa suku Samawa, Bima dan bahkan Sulawesi, terutama Sulawesi Tenggara yang berbahasa Tolaki.